PENGANTAR
Pengertian welfare state, Welfarestate atau negara kesejahteraan adalah negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu : Demokrasi (Democracy). Penegakan Hukum (Rule of Law), perlindungan Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial (Social Juctice) dan anti diskriminasi
Ide mengenai sistem kesejahteraan negara yang berkembang di Indonesia biasanya lebih sering bernuansa negatif ketimbang positif. Misalnya, sering kita dengar bahwa sistem kesejahteraan negara adalah pendekatan yang boros, tidak kompatibel dengan pembangunan ekonomi, dan menimbulkan ketergantungan pada penerimanya (beneficiaries). Akibatnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak dipraktekan lagi di negara manapun. Meskipun anggapan ini jarang disertai argumen dan riset yang memadai. banyak orang menjadi kurang berminat membicarakan, dan apalagi, memperhitungkan pendekatan ini.
Makalah ini menjelaskan apa definisi dari Walfer State, bagaimana konsepnya, apa tujuanya, dan beberapa pemikiran para tokoh seperti JM.Keyness.Pencetus teori welfare state, Prof. Mr. R. Kranenburg, menyatakan bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat. Maka akan sangat ceroboh jika pembangnan ekonomi dinafikan, kemudian pertumbuhan ekonomi hanya dipandang dan dikonsentrasikan pada angka persentase belaka. Kesejahteraan rakyat adalah indikator yang sesungguhnya
KONSEP DAN DEFINISI
Sebelum mendiskusikan apa itu welfare state (kesejahteraan negara), ada baiknya dibahas sejenak konsep kesejahteraan (welfare) yang sering diartikan berbeda oleh orang dan negara yang berbeda. Merujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson (2005), Suharto, (2005a), dan Suharto (2006), pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna:
1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material.
Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena
kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan
pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan
dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.
2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal
(personal social services).
3. Sebagai tunjangan sosial
khususnya di Amerika Serikat (AS), diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima welfare adalah orangorang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut
4. Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian ke dua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).
Pengertian tentang kesejahteraan negara tidak dapat dilepaskan dari empat definisi kesejahteraan di atas. Secara substansial, kesejahteraan negara mencakup pengertian kesejahteraan yang pertama, kedua, dan keempat, dan ingin menghapus citra negatif pada pengertian yang ketiga. Dalam garis besar, kesejahteraan negara menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada
peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.
Di Inggris, konsep welfare state difahami sebagai alternatif terhadap the Poor Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin (Suharto, 1997; Spicker, 2002). Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law, kesejahteraan negara difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), di pihak lain. Kesejahteraan negara ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan.
Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).
SEJARAH SINGKAT WELFARE STATE
Konsep kesejahteraan negara tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Kesejahteraan negara juga merupakan anak kandung pergumulan ideologi dan teori, khususnya yang bermatra sayap kiri (left wing view), seperti Marxisme, Sosialisme, dan Sosial Demokratik (Spicker, 1995). Namun demikian, dan ini yang menarik, konsep kesejahteraan negara justru tumbuh subur di negara-negara demokratis dan kapitalis, bukan di negara-negara sosialis.
Di negara-negara Barat, kesejahteraan negara sering dipandang sebagai strategi ‘penawar racun’ kapitalisme, yakni dampak negatif ekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare state sering disebut sebagai bentuk dari ‘kapitalisme baik hati’.Meski dengan model yang berbeda, negara-negara kapitalis dan demokratis seperti Eropa Barat, AS, Australia dan Selandia Baru adalah beberapa contoh penganut welfare state. Sedangkan, negara-negara di bekas Uni Soviet dan Blok Timur umumnya tidak menganut welfare state, karena mereka bukan negara demokratis maupun kapitalis.
Menurut J.M. Keyness dan Smith (2006), ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah Edi Suharto/Welfare State/2006 5 sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states).
Tokoh lain yang turut mempopulerkan sistem kesejahteraan negara adalah Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963). Di Inggris, dalam laporannya mengenai Social Insurance and Allied Services, yang terkenal dengan nama Beveridge Report, Beveridge menyebut want, squalor, ignorance, disease dan idleness sebagai ‘the five giant evils’ yang harus diperangi (Spicker, 1995; Bessant, et al, 2006). Dalam laporan itu, Beveridge mengusulkan sebuah sistem asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi orang dari buaian hingga liang lahat (from cradle to grave). Pengaruh laporan Beveridge tidak hanya di Inggris, melainkan juga menyebar ke negara-negara lain di Eropa dan bahkan hingga ke AS dan kemudian menjadi dasar bagi pengembangan skema jaminan sosial di negaranegara tersebut. Sayangnya, sistem ini memiliki kekurangan. Karena berpijak pada prinsip dan skema asuransi, ia tidak dapat mencakup resiko-resiko yang dihadapi manusia terutama jika mereka tidak mampu membayar kontribusi (premi). Asuransi
sosial gagal merespon kebutuhan kelompok-kelompok khusus, seperti orang cacat, orang tua tunggal, serta mereka yang tidak dapat bekerja dan memperoleh pendapatan dalam jangka waktu lama. Manfaat dan pertanggungan asuransi sosial juga seringkali tidak adekuat, karena jumlahnya kecil dan hanya mencakup kebutuhan dasar secara minimal.
Dalam konteks kapitalisme, Marshall berargumen bahwa warga negara memiliki kewajiban kolektif untuk turut memperjuangkan kesejahteraan orang lain melalui lembaga yang disebut negara (Harris, 1999). Ketidaksempurnaan pasar dalam menyediakan pelayanan sosial yang menjadi hak warga negara telah menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan pasar harus dikurangi oleh negara untuk menjamin stabilitas sosial dan mengurangi dampak-dampak negatif kapitalisme. Marshall melihat sistem kesejahteraan negara sebagai kompensasi yang harus dibayar oleh kelas penguasa dan pekerja untuk menciptakan stabilitas sosial dan memelihara masyarakat kapitalis. Pelayanan sosial yang diberikan pada dasarnya merupakan ekspresi material dari hak-hak warga negara dalam merespon konsekuensi-konsuekensi kapitalisme.
PENGERTIAN NEGARA SEJAHTERA – WELFARE STATE
Sebuah negara yang pemerintah mencurahkan proporsi yang sangat besar dari kegiatan dan pengeluaran untuk penyediaan langsung dengan kepentingan pribadi untuk dikonsumsi oleh kualifikasi individu atau keluarga (yang berbeda dengan seperti kegiatan pemerintah yang lebih tradisional dan kurang individual dibagi sebagai pertahanan nasional, penegakan hukum, pengendalian jumlah uang beredar, regulasi ekonomi, transportasi mempertahankan dan jaring komunikasi, administrasi tanah masyarakat, dll).
Kesejahteraan manfaat kepada individu dapat berupa salah satu dari layanan profesional birokratis disediakan pegawai pemerintah atau dalam bentuk tunjangan pemerintah yang diterbitkan atau tunjangan atau subsidi (pembayaran transfer) untuk membantu kualifikasi rumah tangga membayar untuk subsisten umum atau untuk kategori tertentu dari negara- Beban disukai (barang merit). Contoh seperti program kesejahteraan sosial akan mencakup usia tua dan cacat pensiun, tunjangan pengangguran, bantuan untuk keluarga dengan anak-anak tergantung, pendapatan suplemen untuk perumahan, miskin publik dan voucher perumahan, perawatan kesehatan yang disediakan di rumah sakit negara bagian atau klinik dan penggantian untuk biaya swasta menyediakan perawatan kesehatan, program rehabilitasi penyalahgunaan narkoba yang didanai pemerintah, kupon makanan, pendidikan umum dan perawatan anak, dll Advokasi luas "negara kesejahteraan" program pada awalnya terutama dikaitkan dengan gerakan sosialis, tetapi di sebagian besar masyarakat industri Barat hari ini banyak program kesejahteraan negara yang didukung juga oleh pihak non-sosialis yang tetap masih terus menolak tuntutan tradisional kaum sosialis 'untuk jauh lebih luas kepemilikan negara, perencanaan negara, dan administrasi negara industri dan perdagangan
MENDEFINISAKAN KESEJAHTERAAN
Perserikatan bangsa-bangsa telah lama mengatur masalah kesejahteraan social. PBB member batasan kesejahteraan social sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Di indonesia , konsep kesejahteraan social termaktub dalam Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1974 yang memberi defenisi kesejahteraan siosial sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan social, material maupun spritusl yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin , yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan- kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan social yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila. Pasal 33 tentang sistem perekonomian dan 34 tentang kepedulian Negara pada kelompok lemah , menempatkan Negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan social.
Dari defenisi di atas dapat dikatakan bahwa kesejahteraan sosial senantiasa menjadi tujuan pembangunan di Indonesia yang diarsiteki oleh Negara ( welfare State ). Kita bisa melihat betapa pentingnya campur tangan negra pada saat melambungnya harga minyak goreng akibat langkanya pasokan minyak untuk dalam negeri. Negara kemudian memberlakukan operasi pasar hingga pengenaan impor minyak goreng kepada pengusaha. Artinya Pasar bebas tidaklah selalu sempurna., dan arena ketidaksempurnaan itulah peran Negara dibutuhkan.
Menurut Pierson ( The Modern State ( London : Routledge, 1996 ) pola-pola keterlibatan Negara mencakup : pertama, Negara sebagai pemilik. Kedua, Negar sebagai pemilik dan produsen. Ketiga, Negara sebagai majikan. Keempat, sebagai regulator. Kelima sebagai redistributor dan keenam, sebagai pembuat kebijakan ekonomi. Tak pelak lagi, Negara memainkan peranan penting dalam mengurus kesejahteraan rakyatnya
PARADIGMA
ISLAM TENTANG WELFARE STATE
Islam datang dengan gagasan Welfare state yang berdiri di ats landasan moral dan material. Dengan kata lain , konsep welfere state dalam Islam merupakan upaya untuk mensinergikan kepentingan material duniawiyah dengan kepentingan spiritual ukrowiyah. Di samping itu, konsep walfare state dalam Islam juga didasarkan pada prinsip Tauhid, al-Adl dan khilafah.
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya aspek sosial, ekonomi dan politik. Dalam hal ini, selain sebagai ajaran normatif, Islam juga berfungsi sebagai pandangan hidup (World Vieu) bagi segenap para penganutnya. Dari hal ini, Tentu saja islam juga memiliki konsep ketatanegaan yang berfungsi untuk merealisasikan kesejahteraan yang sinergis antara kepentingan duniawi dan ukhrowi
Salah satu konsep negara yang bersumber dari paradigma Islam adalah gagasan yang dikemukakan oleh al-Farabi (w. 339 H/950 M) tentang al-Madinatul al-Fadhilah (negara utama). Poin pokok pemikiran al-Farabi tersebut antara lain :
- Pertama, motivasi atau dorongan alamiah manusia untuk berkelompok dan saling bekerjasama adalah dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhab dan kesempurnaan hidupnya
- Kedua, kondisi dan proses pembentukan negara oleh manusia atau warga yang mempunyai rasionalitas, kesadaran, dan kemauan bulat untuk membentuk negara, di mana masyarakat sempurna yang terkecil (kamilah sugru) merupakan kesatuan dari masyarakat yang paling ideal untuk dijadikan negara.
- Ketiga, pentingnya seorang pemimpin Negara Utama dianalogikan seperti jantungnya tubuh manusia, dan kualitasnya mensyaratkan seorang yang paling unggul dan sempurna di antara- warganya, yaitu kualitas seorang filsuf yang mempunyai pengetahuan yang luas dan memiliki keutamaan-keutamaan.
- Keempat, negara dibedakan berdasarkan prinsip-prinsip (mahadi’) dari para warga negaranya, yaitu prinsip yang benar (Negara Utama) dan prinsip yang salah (negara jahiliah, fasik dan lain-lain). Dan kelima, pemimpin membimbing warga negaranya untuk mencapai kebahagiaan (al-Sa’adah) sebagai tujuan negara
Di samping itu, dalam bidang ekonomi negara mempunyai beberapa peranan yang antara lain:
- Memberantas kemiskinan dan menciptakan kondisi lapangan kerja dan tingkatan pertumbuhan yang tinggi
- meningkatkan stabilitas nilai riil uang
- Menjaga hukum dan ketertiban
- menegakan keadilan sosial dan ekonom
- mengatur keamanan masyarat serta membagi pemerataan pendapatan dan kekayaan
- Menyelaraskan hubungan internasional dan pertahanan nasional
MODEL DAN PENGALAMAN PRAKSIS
Seperti halnya pendekatan pembangunan lainnya, sistem kesejahteraan negara tidaklah homogen dan statis. Ia beragam dan dinamis mengikuti perkembangan dan tuntutan peradaban. Meski beresiko menyederhanakan keragaman, sedikitnya ada empat model kesejahteraan negara yang hingga kini masih beroperasi (lihat Stephens, 1997; Esping-Andersen, 1997; Spicker, 1995; Spicker, 2002; Suharto 2005a; Suharto, 2006):
- Model Universal
Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai the Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Sebagai contoh, kesejahteraan negara di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Kesejahteraan negara di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris, AS dan Australia.
- Model Korporasi atau Work Merit Welfare States
Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model yang dianut oleh Jerman dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman
- Model Residual
Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yang menandai model ini di Inggris: (a) jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum; (b) perlindungan sosial pada saat munculnya resiko-resiko; dan (c) pemberian pelayanan sebaik mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien. Kotak 3 memberi deskripsi singkat mengenai model residual di AS.
- Model Minimal
Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti Spanyol, Italia, Chile, Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan, Filipina, Srilanka, Indonesia). Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Di lihat dari landasan konstitusional seperti UUD 1945, UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang masih kecil, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai penganut kesejahteraan negara model ini.
KRITIK J.M KEYNES TENTANG WELFARE STATE
Ada kecenderungan luas untuk menggambarkan Keynes sebagai bapak pendiri Kesejahteraan Negara dan untuk mengklaim bahwa revolusi Keynesian memberikan pembenaran untuk kebutuhan suatu sektor publik besar di economy.1 Sebagai literatur telah cukup menunjukkan, ada sedikit dasar untuk klaim ini.
Keynes mengkritik terhadap kebijakan laissez-faire dan percaya dalam kelancaran kerja pasar kekuatan adalah antecedent2 untuk Teori Umum, di mana kasus untuk intervensi dilakukan bila dihadapkan dengan kegagalan permintaan agregat. Pesan kebijakan di Teori Umum adalah untuk mempertahankan tingkat investasi, tetapi hal ini harus ditafsirkan lebih dalam arti "menstabilkan bisnis kepercayaan "(Bateman 1996: 148) selain sebagai permohonan untuk pekerjaan umum yang didanai oleh utang(Kregel 1985). Nya ketergantungan pada "investasi sosialisasi Dari pada kebijakan fiskal yang ditujukan merapikan tingkat dan pentingnya dianggap berasal Insentif pasar untuk membawa tentang tingkat yang diinginkan employent.
Jadi Implikasi bahwa Keynes mendukung besar dan berkembang publik pengeluaran seperti yang kita alami sejak Perang Dunia Kedua-sebagai konsekuensi dari kebijakan Keynesian tersebut. Keynes berperan dalam dasar Negara Kesejahteraan sejauh sumbangan yang sebenarnya adalah teoritis dan praktis, meski bagaimanapun telah diteliti secara rinci.
Yang pertama adalah penilaian pandangan Keynes apa yang sekarang kita mengerti oleh Kesejahteraan Negara???, perbandingan kedua antara pandangan-pandangan ini dan orang-orang Beveridge, kembar pendiri-ayah dari sistem, karena mereka muncul di bursa mereka pada subjek. Sebagai sampingan juga diharapkan untuk menjelaskan beberapa pada sifat dari hubungan mereka, dari tahun yang melihat mereka memainkan peran utama dalam membentuk ekonomi kontemporer, masing-masing di Cambridge dan di London School of Economics, waktu ketika mereka komitmen terhadap tingkat tinggi dan stabil pengangguran dan untuk menyebarkan manfaat dari standar yang lebih tinggi dari penerimaan hidup secara luas ditemukan di antara masyarakat umum dan telah disahkan oleh pemerintah inggris.
Bagian I, mengulas isu-isu utama yang dihadapi saat ini dalam mendefinisikan Negara Kesejahteraan.
Bagian II, Keynes Beveridge membandingkan ide-ide pada pengangguran dan asuransi sosial Dan bagian III, mengkaji beberapa aspek hubungan mereka ketika mereka muncul dari korespondensi masih ada.
I. Kejadian Negara Kesejahteraan
Menurut buku baru-baru ini sepenuhnya didedikasikan untuk topik ini (Barr 2004), Kesejahteraan Negara "menentang definisi yang tepat". Alasan utama adalah kesejahteraan yang berasal dari sumber lain selain aktivitas negara, dan ada berbagai mode pengiriman layanan yang tersedia kepada warga. Beberapa didanai tetapi tidak diproduksi oleh Negara, beberapa publik diproduksi dan disampaikan secara gratis, sebagian dibeli oleh sektor swasta, dan beberapa diakuisisi oleh individu dengan uang diserahkan kepada mereka oleh Negara. Meskipun batas-batasnya tidak didefinisikan dengan baik, Negara Kesejahteraan digunakan sebagai "singkatan untuk kegiatan negara dalam empat bidang: kas manfaat; kesehatan, pendidikan, dan makanan, perumahan, dan layanan kesejahteraan lainnya "(Barr 2004: 21).
Tujuan Negara Kesejahteraan dapat dikelompokkan dalam empat judul umum. Seharusnya mendukung standar hidup dan mengurangi kesenjangan, dan dengan demikian harus menghindari ledakan biaya dan mencegah perilaku yang kondusif bagi moral hazard dan adverse selection. Semua tujuan ini harus dicapai meminimalkan biaya administrasi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh mereka yang bertugas menjalankan itu.
Jalan menuju pengesahan tujuan di atas di Inggris dimulai dengan liberal
reformasi 1906-1914, namun komitmen penuh kepada mereka hanya disegel dengan undang-undang 1944-1948, kondisi yang menguntungkan bagi yang berasal dari pengalaman Perang Dunia II dan akibatnya Pada dekade pertama abad ke-20 "liberalisme baru" adalah sebuah ideologi didasarkan pada premis bahwa, dalam rangka memajukan kebebasan individu, negara harus mengadopsi peran aktif dalam reformasi sosial, langkah-langkah baru Pengenalan simultan dari tua pensiun, pengangguran asuransi , tunjangan sakit dan pajak progresif. Namun, yangreformasi relatif kecil dan memiliki jangkauan yang terbatas "(Barr 2004: 13). Bahkan kurang adalah dicapai dalam periode antar, selain dari perumahan dan asuransipengangguran.
Manfaat Pengangguran berada dalam bahaya yang terus-menerus tumbuh melampaui kontribusi sebagai tingkat pengangguran melonjak.
Pada tahun 1920 dua baris akhir dari kebijakan yang mendominasi arena politik. : salah satu menyangkut pembiayaan tunjangan pengangguran, yang lain adalah tantangan mengurangi pengangguran. Pada tahun 1931 sekrup diperketat pada kelayakan untuk manfaat, dan pada 1934 dengan UU Pengangguran tunjangan pengangguran terpisah dari tindakan yang mendukung pengangguran jangka panjang. Jadi "di tahun 1930-an Negara Kesejahteraan di penundaan, dan baru langkah-langkah yang sedikit lebih dari manajemen krisis ... Ketika intervensi datang, dalam bentuk produksi persenjataan kembali dan perang, masalah pengangguran menghilang
cara yang tidak bahagia untuk mengakhiri suatu periode tidak bahagia dalam kebijakan sosial Inggris "(Barr 2004: 26).
Dalam terobosan ini pengaturan besar datang dengan Laporan Beveridge (1942) .5 Hal ini didasarkan pada tiga pilar: a tunjangan keluarga), b) pelayanan kesehatan yang komprehensif; kerja penuh c) kebijakan. Skema asuransi sosial adalah "all-merangkul dalam lingkup orang dan kebutuhan ... Setiap orang ... akan membayar sumbangan keamanan tunggal dengan cap pada asuransi tunggal dokumen setiap minggu ... manfaat Pengangguran, manfaat cacat [dan] pensiun pensiun setelah masa transisi ... akan berada di tingkat yang sama terlepas dari pendapatan sebelumnya " (Beveridge 1942: 9-10). Sistem ini akan terpusat dikelola, dan dibiayai oleh sama kontribusi dari majikan, karyawan dan negara, dengan manfaat yang sama ditetapkan pada fisik.
Sejak publikasi Teori Umum Keynes pada tahun 1936 telah bertengkar mendukung
kontrol atas total investasi - sebagian besar itu harus dilakukan atau dipengaruhi oleh publik atau semi-publik bodies7 - sebagai solusi yang layak untuk mempertahankan tingkat tetap kerja. Dia melihat "kutukan pengangguran" sebagai akar kejahatan ekonomi pasar mengemudi risiko yang kewalahan oleh solusi totaliter apakah dari sayap kanan atau inspirasi sayap kiri – untuk mengkhawatrkan tingkat-tinggi di 1930-an.
Timbul pertanyaan tentang hubungan antara dua pendekatan yang diambil oleh Beveridge dan Keynes masing-masing untuk melawan ketidakstabilan dan ketidakamanan yang berasal dari pasar ekonomi, dalam hal sumber inspirasi mereka, desain dan implementasi
II . Kasus untuk pekerjaan penuh dan asuransi nasional: Keynes dan Beveridge
Dua pendekatan yang digunakan adalah menarik karena membawa kita melawan paradoks tertentu, yang bingung kedua penulis biografi Keynes dan Beveridge's Paradoks pertama adalah dicatat oleh Skidelsky: "ketiadaan rasa ingin tahu Keynes tentang pertempuran [Beveridge dan Jaminan Sosial] itu sendiri penasaran. Kebenaran tampaknya bahwa ia tidak tertarik pada sosial kebijakan seperti itu, dan tidak pernah hadir untuk itu. Pertanyaan satu-satunya dalam benaknya adalah apakah Menteri Keuangan bisa 'membeli' Beveridge "(Skidelsky 2000: 270). Skidelsky's kesimpulan, yang pada cahaya pandangan umum yang diambil dari Keynes itu sendiri paradoks, adalah bahwa "Keynes tidak pernah seorang reformis sosial yang penuh gairah "(ibid.: 265). Evaluasi ini mengambil Keynes dari Cambridge lintasan diikuti dengan 'baik-pelaku', seperti Sidgwick, Marshall dan Pigou, dan telah dia dalam lebih selaras dengan visi masyarakat fakta di mana "kebebasan dari masalah ekonomi" akan menciptakan kondisi untuk mengubah sifat manusia dan dengan demikian masyarakat. Jadi keynes membuat permintaanya untuk untervensi pemerintah atas dasar yang lebih "konservatif" sosial teori dari Beveridge's.