Mahasiswa dan Gerakan Mahasiswa
Sebagai sebuah konsep, pengertian tentang mahasiswa masih sering menjadi perdebatan. Perdebatan itu timbul karena mahasiswa di dalam konsepsi dan realitas kenyataannya masih dipandang dari satu aspek saja dari sekian banyaknya kompleksitas pengertian dan realita kehidupan suatu golongan masyarakat.
Pertama, Mahasiswa sebagai individu. Mahasiswa adalah individu yang sedang melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tugas pokok mahasiswa adalah untuk mendapatkan keahlian/ketrampilan berdasarkan suatu/sejumlah ilmu tertentu. Kedua, Mahasiswa sebagai suatu kelompok. Kelompok mahasiswa adalah bagian dari unsur masyarakat sipil, yaitu suatu masyarakat yang melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, lahir secara mandiri, otonom dari negara dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai-nilai bersama. Karena itu ketika kita berbicara tentang mahasiwa maka sebenarnya yang kita bicarakan adalah tentang gerakan mahasiswa. Mahasiswa sebagai suatu gerakan adalah suatu kelompok masyarakat yang memiliki karakter kritis, independen, dan obyektif. Impelmentasi dari hal ini diwujudkan dalam karakter gerakannya. Gerakan mahasiswa biasanya dilakoni oleh organisasi-organisasi kemahasiswaan di tingkatan kampus maupun di luar kampus sebagai wujud dari peran mahasiswa ditengah masyarakat. Gerakan mahasiswa memiliki prinsip sebagai gerakan moral yaitu gerakan mahasiswa dibangun diatas nilai-nilai ketidakadilan atau kesewenang-wenangan kekuasaan. Sebagai gerakan moral, mahasiswa melakukan kontrol sosial terhadap pemerintah sebagai upaya artikulasi kepentingan masyarakat atau sebagai penyambung lidah rakyat.
Mahasiswa masuk dalam kancah dunia politik merupakan sesuatu yang sangat baik jika memang dimaksudkan untuk berperan dalam pengawasan, pengabdian dan memberi dampak positif terhadap bangsa dan negara. Dilihat kembali dalam sejarah, dasar perubahan khususnya pada dunia politik hampir selalu dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa terbukti mampu menjadi pelopor dalam sejarah Bangsa. Contohnya peran mahasiswa dengan kemahirannya dalam menjalankan fungsi sebagai kelompok penggagas perubahan, mahasiswa telah berhasil melumpuhkan rezim orde baru dan membawa Indonesia ke dalam suatu era yang saat ini sedang bergulir, yakni era reformasi.Sehingga pendidikan politik secara formal & informal penting bagi mahasiswa.
Konsepsi Peran Mahasiswa
Mahasiswa di era sekarang dituntut untuk bisa berperan aktif lebih banyak lagi dalam berbagai persoalan, terutama menyangkut pesoalan bangsa. Fungsi kontrol perlu ditunjukkan oleh mahasiswa. Karena peran mahasiswa sangat diharapkan oleh masyarakat, tak berlebihan jika banyak harapan yang dipikul oleh mahasiswa. Sebab dalam kerangka sosial mahasiswa mempunyai peran dan fungsi yang cukup penting. Mahasiswa di sini diharapkan berperan sebagai agen pengawasan (agent of control) dan agen dalam menuju perubahan ke arah yang lebih baik.
Seharusnya mahasiswa juga tidak cukup kalau hanya menjadi praktisi intelektual akademisi yang hanya duduk sambil mendengarkan dosen didalam forum perkuliahan, hanya berkutat pada dunia perkuliahan, lebih dari pada itu mahasiswa harusnya dituntut untuk berperan dalam agen perubahan (agent of change) dan “social control” yang terjadi di sekitarnya. Masa depan negeri ini membutuhkan keterlibatan mahasiswa dalam berbagai hal dengan pemikiran-pemikiran cerdasnya dan kegiatan-kegiatan intelektual yang dilakukan.
Mahasiswa berpolitik tak melulu dilakukan selayaknya orang-orang politik dengan masuk partai tertentu, dalam masa belajar pun kita juga dapat berlatih untuk mendalami politik dengan berorganisasi. Sudah selayaknya kita lihat bahwa kualitas mahasiswa yang berorganisasi biasanya akan lebih baik bila dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak ikut berorganisasi. Karena mahasiswa yang berorganisasi, mereka akan mendapatkan ilmu yang lebih di dalam organisasi tersebut. Banyak hal yang dipelajari di dalam organisasi tetapi tidak didapatkan di forum perkuliahan. Di sinilah letak kelebihannya mahasiswa ikut berorganisasi.
Tetapi banyak pula mahasiswa yang malas berorganisasi. Karena mereka takut seandainya berorganisasi akan terganggu kuliahnya. Padahal di organisasi, kesempatan untuk mengabdi sangat terbuka. Tidak mengherankan bila yang sibuk di organisasi berdampak pada penyelesaian tugas kuliah. Ada juga yang mampu menyelesaikan tugas kuliah sesuai dengan schedule. Namun semua itu juga tergantung minat dan keteguhan mahasiswa itu sendiri.
Mahasiswa(Agent of control)& Permasalahannya
Peran dan pengabdian mahasiswa dalam pengawasan (agent of control) berbagai kebijakan pemerintah dapat di wujudkan dengan membangun organisasi/kelompok/aliansi yang berperan mengawasi dan memberi masukan pada saat perumusan suatu kebijakan pemerintah, ikut bersama-sama mengawasi implementasi kebijakan yang telah dilakukan, dan mengawasi sekaligus mengevaluasi efektivitas saat pelaksanaan kebijakan dan manfaatnya bagi masyarakat.
Masalah utama kurangnya kesadaran berpolitik di kalangan mahasiswa adalah karena cukup kurang adanya contoh perilaku baik, terbuka, berjuang penuh demi bangsa dan negara pada elit-elit politik. Namun mudah-mudahan dengan masuknya mahasiswa ke dalam suatu organisasi/lembaga sosial kemasyarakatan, dapat menjadi batu loncatan kesadaran mahasiswa dalam perannya ikut memberi solusi dalam berbagai masalah bangsa untuk mencapai suatu kemakmuran.
Banyak peran yang dapat dilakukan seorang mahasiswa sebagai kaum Intelektual di dalam suatu organisasi. Dapat juga membuka pikiran untuk mengetahui tujuan menjadi mahasiswa yang Intelektual agar menjadi agen perubahan dan agen pengawasan dalam pengabdian demi kepentingan rakyat. Pertanyaannya apakah saat kuliah, hanya diperuntukkan untuk mencari ilmu demi modal kelak kerja semata lantas pengabdian terhadap negara dikesampingkan begitu saja?
Gerakan berpolitik mahasiswa saat ini kerap ditunjukkan dengan gerakan suatu aksi dengan turun ke jalan. Dalam melakukan gerakan tersebut, kepedulian mahasiswa akan masalah dan situasi politik harus bertumpu pada idealisme kerakyatan, yaitu mengkritisi peran atau kebijakan penguasa yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat dengan memberikan solusinya. Maka dari itu, pengabdian tidak harus menunggu selesainya kuliah.Memperjuangkan kepentingan rakyat dan negara ketika masih kuliah, merupakan bagian dari pengabdian sebagai tindakan kepedulian mahasiswa akan berbagai masalah bangsa dan polemik politik. Jadi pengabdian bukan hanya mengajar seperti guru atau semacamnya.Melainkan terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan rakyat jelas bagian dari suatu pengabdian.Namun banyak juga anggapan apakah gerakan turun ke jalan yang selama ini sering dilakukan oleh mahasiswa, timbul karena idealisme sendiri untuk rakyat ataukah malah karena suruhan golongan tertentu.
Sebagai generasi yang tingkat pendidikannya tinggi, semestinya mahasiswa diharapkan harus dan sewajarnya ikut berperan sebagai pengontrol (agent of control) dinamika perjalanan bangsa.
Mahasiswa harus perperan ikut mengawasi untuk memastikan dinamika politik menjurus ke arah yang sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Hal inilah yang kemudian seharusnya menjadi kesadaran bagi para mahasiswa agar mau peduli dalam kancah perpolitikan dan peduli akan kemajuan tanah air.
Bilamana selama ini banyak tindakan anarkis yang dilakukan saat mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan, seharusnya janganlah selalu menuduh bahwa kelakuan tersebut merupakan tujuan selanjutnya sesaat setelah aksi bersuara membela kepentingan rakyat.
Bisa saja mereka berbuat semacam itu karena adanya provokasi, adanya penyusup, tunggangan golongan terntentu (seperti penjelasan tadi), atau bisa juga terbawa emosi. Diharapkan mahasiswa sadar bahwa saat ini musuh mereka adalah kemiskinan, korupsi, dan hal-hal lain yang mengganggu masalah kepentingan masyarakat dan kemakmuran bangsa.Bukan malah berselisih dengan pemerintah,apalagi pihak keamanan.
Tidak semata-mata juga mahasiswa hanya melakukan aksi turun ke jalan dan berkoar melakukan orasi dalam menyampaikan cerminan dari kondisi bangsa saat sedang ada masalah. Bisa jadi itu hanya awal dari sekian langkah yang akan ditempuh mahasiswa untuk mengakomodir kepentingan rakyat.
Semua warga negara termasuk mahasiswa berhak untuk berpartisipasi dalam pengawasan, formulasi, serta implementasi kebijakan pemerintah yang digulirkan. Namun mahasiswa mempunyai peran yang lebih strategis dalam mengawal kekuasaan agar output kebijakan dapat berpihak pada masyarakat.
Sekali lagi mahasiswa diharapkan dapat terjun ke arena politik dalam rangka berpartisipasi dalam pengawasan, formulasi, serta implementasi kebijakan pemerintah.
Demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, makmur dan berkeadilan secara demokratis. Disini mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus berani unjuk gigi dalam mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang menjadi kehendak dari mayoritas rakyat demi kepentingan masyarakat dan bangsa.
Peranan Mahasiswa Dalam Pemilu
Berbicara tentang peranan mahasiswa dalam proses perubahan masyarakat menuju tatanan demokratis, maka benak kita akan melayang pada peristiwa di tahun 1966, 1978, dan 1998, dimana pada waktu itu peranan mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, menunjukkan eksistensinya. Aktifitas dan gerakan mahasiswa kala itu memiliki kesamaan isu dan musuh, yaitu rezim yang otoriter dan eksploitatif. Kondisi tersebut menjadikan mahasiswa sebagai sebuah gerakan, mampu muncul menjadi kekuatan besar, sehingga mengutip Arief Budiman, bahwa cuma ada satu kata untuk menyebut gerakan mahasiswa waktu itu (1998), yaitu luar biasa.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana peranan mahasiswa dalam agenda suksesi, baik di tingkat daerah maupun nasional? Dalam konteks peranan mahasiswa, jika dibandingkan dengan gerakan-gerakan yang bersifat spektakuler, adalah tetap sama, yakni menjaga/mengawal proses demokratisasi, hanya saja mungkin caranya yang berbeda.Kondisi ini disebabkan agenda suksesi kepemimpinan pemerintah seperti Pemilu, Pilpres dan Pilkada, mahasiswa tidak berhadapan dengan rezim yang otoriter atau yang kesewenangan-wenang. Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi ini, relatif tidak memiliki “musuh” bersama. Oleh karena itu mahasiswa memiliki peran tersendiri yang berbeda ketika mahasiswa berhadapan dengan penguasa.
Ada beberapa peran yang dapat dijalankan oleh mahasiswa dalam proses Pemilu langsung di Sumbar, baik itu sebagai individu maupun organisasi.Peran tersebut adalah:
- Mengawal Proses Pelaksanaan Pilkada Langsung
Mahasiswa mempunyai peran strategis dalam pengawalan proses pelaksanaan Pilkada bersama aktivis-aktivis masyarakat sipil lainnya, seperti: LSM, Akademisi, Pers, dan Ormas/ OKP. Peran ini diambil, karena mahasiswa merupakan kekuatan masyarakat sipil yang bersifat independen, objektif, dan berlandaskan pada aspek moralitas.Oleh karena itu, pengawalan terhadap proses Pilkada langsung merupakan peran yang strategis untuk dijalankan oleh mahasiswa.
Peran pengawalan terhadap proses pilkada dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai individu maupun oelh lembaga-lembaga mahasiswa, seperti: lembaga intern kampus, lembaga ekstern kampus, dan organisasi mahasiswa kedaerahan. Adapun jalan yang bisa sekiranya ditempuh oleh mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dalam melakukan peranannya dalam mengawal proses pilkada, antara lain: diskusi, seminar, opini publik, artikel/tulisan di media massa, penyataan sikap, dan demonstrasi.
- Pendidikan Politik Kepada Masyarakat
Pendidikan politik pada masyarakat dilakukan sebagai wujud tanggung jawab mahasiswa kepada masyarakat. Adapun wujud dari peran ini adalah adanya agenda mahasiswa seperti: bedah visi dan misi calon kepala daerah, melakukan kajian terhadap kapasitas dan integritas calon kepala daerah, membuat kriteria calon kepala daerah versi mahasiswa atau membuat nota kesepakatan dalam bentuk kontrak politik kepada calon kepala daerah.
Target dari agenda-agenda ini adalah, masyarakat dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, bukan berdasarkan kharismatik semata. Dalam pelaksanaan peran ini, etika yang harus dibangun oleh setiap organisasi mahasiswa adalah sikap objektifitas dan akuntabilitas. Objektifitas yang dimaksud ialah pembedahan visi/misi, pembuatan kriteria calon kepala daerah,dilakukan dengan tanpa disusupi oleh kepentingan politik praktis. Hal ini penting, sebab mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, mesti bersikap netral dan berpihak kepada masyarakat luas.
Sedangkan akuntabilitas, adalah penilaian yang diberikan oleh sebuah organisasi mahasiswa, yang harus bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya, artinya, bila mahasiswa menilai seorang kepala daerah yang terindikasi melakukan tindak penyelewengan kekuasaan maka data dan fakta yang disampaikan harus dapat dibuktikan, bukan sekedar isu belaka, sehingga kepercayaan masyarakat tetap besar terhadap gerakan mahasiswa.
- Masuk sebagai Tim Pemenangan Calon Kepala Daerah
Keterlibatan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah, bukanlah sebuah hal yang baru dalam dinamika kemahasiswaan. Contoh yang paling dekat adalah Pada Pemilu dan Pilpres 2009, dimana banyak ditemui aktivis mahasiswa yang menjadi tim sukses dari calon anggota DPR/DPRD, DPD maupun calon presiden. Ada beberapa pertimbangan dasar ketika mahasiswa mengambil peran ini :
a. Mahasiswa, sebagai individu masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam setiap proses politik, baik saat pencoblosan maupun dalam menentukan sikap untuk mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu.
b. Ikut dalam tim pemenangan calon kepala daerah merupakan political process bagi mahasiswa itu sendiri. Political proses ini adalah bentuk pengaktualisasian kemampuan diri dari mahasiswa itu sendiri sekaligus wadah pembelajaran dalam ruang lingkup politik praktis.
Munculnya mahasiswa dalam arena tim pemenangan calon kepala daerah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak bahkan dari kalangan mahasiswa itu sendiri. Kekhawatiran tersebut adalah, antara lain:
Pertama, mahasiswa akan mudah diperalat dan ditunggangi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kedua, saling dukung mendukung calon kepala daerah akan memperlemah gerakan mahasiswa. Karena, kemungkinan akan terjadi suatu keadaan di mana sekelompok mahasiswa menyatakan dukungannya kepada calon si A, sementara kelompok mahasiswa yang lain menyatakan mendukung si B, si C dan seterusnya. Hal ini tentu akan berakibat memperlemah persatuan di kalangan mahasiswa itu sendiri, mahasiswa akan terkotak-kotak dan dengan sendirinya mahasiswa akan mudah untuk diadu domba dan dipecahbelah.
Beberapa point kekhawatiran diatas, besar peluangnya untuk terjadi. Namun keikutsertaan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah, tetap memiliki aspek positif bagi mahasiswa tersebut.
Oleh karena itu perlu dirumuskan etika bersama sebagai panduan normatif, menyikapi adanya ambivalensi tersebut, yaitu:
1. Hendaknya kapasitas mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan itu, adalah sebagai individu, bukan mengatasnamakan organisasi kemahasiswaan tertentu.
2. Individu mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan, hendaknya bukanlah mahasiswa yang dalam struktur organisasinya berperan sebagai decision maker, seperti: ketua umum, ketua bidang/divisi/departemen.Hal ini untuk menjaga netralitas organisasi mahasiswa tersebut.
3. Hendaknya organisasi kemahasiswaan dapat bersikap netral, khususnya lembaga intern kampus. Hal ini dikarenakan wilayah kampus merupakan tempat yang dijunjung tinggi kenetralannya, oleh karena itu tidak dapat dimasuki oleh kepentingan politik praktis. Peran organisasi kemahasiswaan dalam hal ini hanya sebatas pengawal sekaligus memberikan pendidikan kritis sebagai wujud dari gerakan moral.
4. Individu-individu mahasiswa yang tergabung dalam tim pemenangan calon kepala daerah hendaknya tidak terjebak kedalam praktek-praktek politik yang tidak bermoral, seperti: money politic, politik dagang sapi, dll.
Penutup
Proses pemilu adalah merupakan momentum strategis bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Oleh sebab itu hendaknya dapat disukseskan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa. Mahasiswa, baik ia sebagai individu maupun secara kelembagaan, memiliki pilihan-pilihan peran dalam menyuksesan agenda pemilu, apakah itu berperan dalam mengawal proses Pemilua langsung, pendidikan politik masyarakat, atau ikut dalam tim pemenangan calon kepala daerah. Semua pilihan tersebut hendaknya tetap dilandasi oleh semangat mewujudkan pemilihan kepala daerah yang demokratis, bersih, jujur, dan adil.
Daftar Pustaka
· Siregar,Hariman.2001. Gerakan Mahasiswa,Pilar Ke 5 Demokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
· Suharsih & Mahendra.2007.”Sejarah Gerakan Mahasiswa & perubahan Sosial di Indonesia”.Yogyakarta: CV.Langit Aksara.
· www.bloggaul.com
· www.sosbud.kompasiana.com
· www.wikipedia.com
· www.id.wikipedia.org
terimakasih atas informasinya,
BalasHapus