Senin, 03 Oktober 2011

Filsafat Eksistensialisme


Pemahaman Terhadap Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah filsafat yang memusatkan pada kebebasan individu (apa yang dilakukan orang ditentukan oleh orang itu sendiri, bukan oleh hukum sosial atau struktur sosial).Eksistensialisme sebagai suatu gerakan dapat ditelusuri asalnya dari Soren Kierkegaard (1813-1855), dan berutang banyak pada tulisan-tulisan Friedrich Nietzsche.Penekanan pokok Kierkegaard adalah pada teori subjektivitas kebenaran,yang telah menjadi landasan bagi keseluruhan pendekatan eksistensialis.Namun,Nietzsche adalah filosof terkemuka pertama yang melukiskan kesepian manusia di alam semesta dan ketidakmampuannya untuk mengalihkan nilai-nilai diluar dirinya sendiri.Teori Kierkegaard mengenai subjektivitas kebenaran dan lukisan Nietzsche tentang kesepian manusia(ke dua dokterin diatas mana landasan eksistensialisme diletakkan)dihidupkan kembali di Jerman setelah Perang Dunia I oleh Edmund Husserl dan Martin Heidegger yang darinya Jean Paul Sartre nampak memperoleh inspirasi.Sartre dipandang sebagai nabi pemimpin dari eksistensialisme kontemporer,kendati Albert Camus,Karl Jaspers,Gabriel Marcel dan lain-lain juga memberikan sumbangannya yang besar kepada perkembangan pemikiran eksistensialisme.
Kaum eksistensialis mencoba menemukan suatu landasan nilai-nilai manusiawi di dalam kondisi kemanusiaan.Tetapi sejak mereka berbangga diri sebagai modern dan sekuler,mereka menolak menggantungkan diri pada wewenang religius dan historisisme.Penekana meraka adalah pada emosi,perasaan dan pengalaman sensori.Jadi maksudnya,tulis Meehan”eksistensialisme merupakan suatu reaksi terhadap rasionalisme ilmiah,depersonalisasi,totaliterianisme,sistem dan dogma.Semuanya diasumsikan sebagai saling berhubungan”.Para eksistensialis,tulis Binus,”sangat dibingungkan oleh meningkatnya depersonalisasi mamnusia.Mereka melihat manusia telah direndahkan menjadi objek diantara benda-benda lainnya,suatu debu roda belakang dalam mesin kosmik.Atas degradasi ini,mereka tidak hanya menyalahkan ilmu dan teknologi sebagai penanggung jawabnya tapi juga keseluruhan kompleks industrialisme modern,kalau bukan menyalahkan falsafah mekanis dan rasionalis”.Sebagaimana ditunjukkan oleh Emmnuel Mounier,eksistensialisme adalah ”suatu reakksi filsafat manusia terhadap ekses-ekses filsafat idealis dan materia.
Penekanan kelompok eksistensialis adalah pada manusia,manusia membentuk dirinya sendiri.Manusia bukanlah cendawan atau kol kembang(seperti yang diibaratkan Sartre)yang secara kaku ditentukan oleh kondisi lingkungan.Manusia dapat memilih dan menghendaki dirinya menjadi apa yang dikehendakinya.Dia mengalami,berbuat dan mencipta nilai-nilai sendiri setelah hidup dan memilih.Dia sepenuhnya bertanggungjawab atastindakan-tindakannya sendiri.Ini adalah tesis dasar kaus eksistensialis.Manusia menurut kaum eksistensialis adalah orang yang penuh dengan gairah,bukan hewan yang berfikir.Apa yang disebutnya denga kesilmpulan rasionalnya hampir semata-mata produk perasaannya,prasangka-prasangkanya,emosi-emosinya dan pengalaman-pengalamannya. Kehidupan manusia tidak memiliki makna yang inheren kecuali makna-makna yang diberikan oleh manusia itu sendiri.Nilai-nilai tidak secara bebas atau terpisah dari pengalaman-pengalaman hidup manusia.Nilai-nilai tersebut diciptakan oleh manusia-manusia dan adalah manusia sendiri yang harus dapat menentukan apakah mereka akan hidup bersama nilai-nilai yang telah diciptakannya itu.
Karl Jaspers
           
Karl Jaspers yang digambarkan sebagai ”seorang raksasa diantara sejumlah pemikir kontemporer yang menandai jalan-jalan tertentu dengan tanda-tanda bahaya” adalah salah satu diantara eksponen paling awaleksistensialisme abad ke-2.Kita dapat menemukan dalam karyanya dimana dia berusaha untuk mempertemukan pemikiran Kierkegaaard dan Kant.Dia memulai dengan gejala krisis manusia(individual),kemudian diperluasnya sampai krisis kebudayaan.Krisis disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan intelektual manusia.Mengingat pemahaman manusia yang secara inhern tidak utuh dan amat tidak memuaskan,manusia tidak mampu menemukan suatu penjelasan yang lengkap di balik keberadaannya,yang menghasilkan di dalam dirinya suatu perasaan intuitif yang lebih dalam.
Dan seperti Kant,yang membuat manusia sadar akan kemungkinan melalkukan penetrasi ke dalam alam secara tanpa batas dan tanpa bisa diketahui dari mahluk transedental  yang sangat lentur.Dalam pengertian filsafat sosial,konsep Jaspers mengenai suatu kebebasan yang beraneka ragam,tentang kegagalan sosial manusia yang tak terhindarkan dan tentang suatu kebutuhan untuk tunduk,telah membawanya untuk tidak saja menolak positivisme tetapi juga melancarkan suatu serangan balasan,dengan cara Nietzsche,terhadap bangkitnya manusia-massa (mass man) dan teknologi.Pencarian Jaspers yang sebenarnya adalah untuk menata kembali ketertiban(tata kehidupan)seperti disebutnya dengan menghubungkan keadaan(the state), pemikiran(mind) dan kemanusiaan itu sendiri,sebagai tiga asal-usul dari aktivitas manusia kepada suatu pemahaman fundamental.Ia mengkritik ”tata-kehidupan teknis” yang merupakan ciri menonjol kehidupan abad ke-20,yang dilandaskan pada suatu massa yang terartikulasi(articulated mass),”kehidupan tanpa eksistensi,tahayul tanpa iman”yang dapat membinasakan segalanya sampai rata dan yang ”enggan mentolerir kemerdekaan dan kebesaran,tetapi cenderung memaksa masyarakat untuk menjadi sama otomatisnya dengan semut.”
Tata kehidupan demikian ini sangat tidak sesuia dengan ”kehidupan manusia yang sebenarnya”,mengingat yang terakhir ini dilandaskan pada”tuntutan untuk mendapatkan kehendak sendiri dan untuk memiliki keberadaan (pengungkapan diri)”.Kecenderungan menerbitkan massa(mass ordered dengan meleburkan pribadi ke dalam fungsi merupakan upaya untuk menjadikan tata hidup ini absolut dan statis.Kenyataan dari ’kedirian” (self-hood) hanya dapat diaktualisasikan dalam dunia nyata melalui alat-alat kekuasaan,dan sejak kekuasaan secara politis telah dileburkan ke dalam ”negara”,menjadi perlu untuk menciptakan ”kehendak negara”(state will),yang akan mengarahkan suatu tata kehidupan yang mengusahakan kesejahteraan umum dan menciptakan kondisi-kondisi optimal/ideal untuk kreativitas dan perwujudan kemungkinan-kemungkinan.
Jaspers tidaklah berfikir dalam rangka memuja negara.Ia percaya pada kebutuhan akan partisipasi,pertanggungjawaban keanggotaan komunal dan kemerdekaan terhadap ”penyerahan buta kepada suatu kehendak politik”.”Kehidupan pribadi”,tulisnya,”bergetar dengan simpati dalam proses dunia yang serentak dan semakin memperjelas pengetahuannya tentang ”mungkin”,sampai akhirnya menjadi dewasa untuk bekerja sama dalam membentuk situasi”.Dengan mengakui bahwa ”perjuangan untuk memperoleh mayoritas di tempat pemungutan suara melalui alat-alat propaganda,anjuran,manipulasi dan pembelaan kepentingan-kepentingan pribadi”,hanya akan menciptakan ”pemikiran”,yang melulu merupakan ”eksponen-eksponen kehendak fana massa”.
Jaspers menentang baik penerimaan nilai-nilai massa tersebut dengan program pendidikan aristokratiknya” sendiri—pendeekatan pertama telah gagal memenuhi persyaratan dari suatu pengalaman pendidikan yang secara kultural mempersatukan,dan yang kedua menjadi ancaman terhadap kebebasan berfikir .Akan tetapi pendekatannya bukanlah suatu pendekatan yang negatif.Manusia kontemporer,dalam pandangan Jaspers,menghadapi kemungkinan hidup yang besar,yang hanya dapat diwujudkan dalam kehidupan bersama.Setiap tindakan mewujudkan kedirian (self hood) haruslah senantiasa sadar akan konflik yang terjadi antara diri dan keadaan diri daripada menyatukan lebih baik menjadikannya benih,betapapun kecilnya,guna p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar